MAN IC TANAH LAUT

MAN Insan Cendekia sebagai salah satu madrasah unggulan dibawah pengelolaan Kementerian Agama, telah tumbuh menjadi sebuah lembaga pendidikan yang berkualitas tidak saja secara regional, nasional bahkan internasional. Hal tersebut terbukti dengan berbagai prestasi yang telah diraih antara lain; dalam kegiatan olimpiade sains tingkat nasional (OSN) tahun 2007 memperoleh pedali perunggu bidang Ekonomi dan OSN tahun 2008 memperoleh satu medali emas bidang kebumian dan 2 medali perunggu yaitu bidang ekonomi dan komputer. Disamping itu semakin banyaknya alumni Insan Cendekia yang diterima di perguruan tinggi negeri favorit seperti UI, ITB, UGM, UNIBRAW, Unair, ITS, UNHAS, dll. Juga di perguruan tinggi luar negeri seperti di Jepang dan Malaysia.

Dengan prestasi-prestasi yang telah diraih serta kualitas penyelenggaraan MAN Insan Cendekia selanjutnya Kementerian Agama meningkatkan kualitas MAN Insan Cendekia menjadi Madrasah Program Khusus Berstandar Internasional, dengan kebijakan memberikan beasiswa penuh kepada lulusan MTs Pondok Pesantren dan SMP umum untuk melanjutkan pendidikan di MAN Insan Cendekia.

Keberhasilan yang diraih oleh MAN Insan Cendekia selama ini membuktikan bagusnya mutu pengelolaan dan system yang dijalankan oleh lembaga beserta pelaksana di lapangan. Oleh karena itu untuk melestarikan mutu keunggulan tersebut, sistem pengelolaan MAN Insan Cendekia perlu distandarisasi agar dapat menjadi acuan pengembangan kedepan dan lebih mudah diterapkan pada lembaga lainnya.

Plt. Kepala Madrasah

Sugianto, S.Pd., M.kom

 

                       YOUTUBE CHANNEL                       

 

 

SISTEM INTEGRASI APLIKASI

BERITA TERBARU

ERA DIGITAL, ERA PAJAK BARU: SAATNYA INDONESIA BERBENAH

 

Indonesia sedang dihadapkan oleh fenomena digitalisasi besar besaran yang terjadi di dunia. Digitalisasi adalah proses merubah aktivitas dan data dari bentuk tradisional atau analog menjadi format digital menggunakan teknologi digital, digitalisasi ini dapat memberikan banyak sekali manfaat khususnya di bidang pajak diantaranya adalah:

  1. Proses jadi lebih cepat dan mengurangi antrean fisik, dokumen kertas, dan birokrasi rumit
  2. Layanan bisa diakses dari mana saja lewat internet
  3. Semua data terekam digital sehingga mengurangi potensi manipulasi, korupsi, dan kebocoran serta pemerintah lebih mudah mengawasi aliran uang
  4. Akses ke layanan pajak jadi lebih mudah

Indonesia perlu beradaptasi dan memanfaatkan peluang besar dari digitalisasi pajak. Untuk itu, pemerintah melalui DJP terus menghadirkan berbagai inovasi, salah satunya dengan modernisasi sistem layanan pajak, seperti penerapan e-Filing, e-Faktur, e-Bupot, dan layanan digital lainnya.

Peluang emas memang terbuka lebar di era digital. Tetapi, adilkah jika peluang itu hanya bisa diakses oleh masyarakat perkotaan, sementara jutaan penduduk di daerah terpencil masih kesulitan mendapatkan sinyal internet? Tentu tidak adil bukan? Nah, jika ditelusuri lebih jauh, setidaknya ada tiga tantangan besar yang membuat penerimaan pajak digital kurang merata:

  1. Terdapat kesenjangan infrastruktur

 

 

Dari infografis diatas dapat dilihat bahwa kontribusi tertinggi pengguna internet berasal dari pulau Jawa yaitu sebesar 58,14%, hal ini menunjukkan pulau Jawa menyumbang lebih dari setengah dari seluruh pengguna internet di Indonesia, sedangkan di pulau pulau lain kebanyakan kontribusi nya di bawah 10%, hal ini menunjukkan infrastruktur di Indonesia masih belum merata di bidang digital.

 

 

  1. Ketidakmerataan literasi digital

 

 

Meski Kominfo mencatat lebih dari 12 juta peserta kegiatan literasi digital hingga 2023, jumlah ini masih kecil dibanding penduduk Indonesia yang lebih dari 270 juta jiwa. Indeks literasi digital pun hanya naik tipis dari 3,49 (2021) menjadi 3,54 (2022), menunjukkan kesenjangan masih nyata. Tanpa pemerataan literasi, UMKM di daerah akan tertinggal, dan potensi pajak digital hanya terkumpul dari kota besar.

  1. Risiko ketidak adilan pajak digital bagi daerah yang tertinggal

Pajak digital berpotensi menambah penerimaan negara, tapi risikonya muncul jika hanya dinikmati masyarakat kota. Sementara itu, warga pelosok masih kesulitan akses internet. Karena itu, pajak tidak boleh sekadar mengisi kas negara, melainkan juga menjamin keadilan dan pemerataan pembangunan.

Dari hal-hal diatas dapat kita simpulkan bahwa masa depan penerimaan negara dari pajak digital tidak cukup hanya mengejar angka, tetapi juga harus memperhatikan aspek keadilan. Pemerintah sebaiknya tidak hanya berfokus pada sektor digital yang sudah mapan di kota besar, melainkan juga memastikan perluasan akses internet, memperkuat literasi digital, serta memberi dukungan nyata bagi UMKM di berbagai daerah agar mereka ikut merasakan manfaat dari ekonomi digital.

 

Di balik tantangan yang ada, kita tidak boleh terhenti. Indonesia harus terus melangkah maju menuju masa depan yang lebih baik. Di era digital, terbuka peluang peluang baru bagi Indonesia untuk menambah sumber penerimaan baru khususnya dari sektor pajak, jika dulu pajak hanya bertumpu pada sektor konvensional kini banyak sumber baru yang bisa digali, sumber sumber baru itu diantaranya:

 

  1. Pajak Perusahaan data

Di dunia digital, data ibarat emas. Banyak Perusahaan besar yang mengumpulkan dan menjual data untuk kepentingan mereka. Data seperti umur, Lokasi, minat dan kebiasaan belanja digunakan untuk menargetkan iklan lebih tepat, menganalisis tren pasar atau bahkan dijual ke pihak ketiga.

 

 

Dengan lebih dari 185 juta pengguna internet dan nilai transaksi digital yang diperkirakan mencapai Rp5.800 triliun pada 2030, data menjadi sumber daya strategis baru bagi Indonesia. Setiap klik, belanja online, hingga aktivitas di media sosial menciptakan jejak digital yang bernilai besar. Jika dikelola dengan bijak, data ini bisa menjadi sumber pajak baru yang adil dan berkelanjutan bagi negara.

 

  1. Pajak untuk konten kreator dan influencer

 

Content creator kini menjadi profesi idaman generasi muda karena fleksibilitas waktu, peluang mandiri, dan kebebasan berekspresi. Meski penghasilan youtuber, selebgram, atau streamer sudah dikenai pajak, mekanismenya masih belum jelas, misalnya banyak kreator belum terdaftar sebagai wajib pajak atau platform tidak memotong pajak dengan benar. Dengan aturan yang pasti, seperti pemotongan otomatis, batasan penghasilan, serta edukasi dan insentif, kontribusi kreator bagi negara bisa lebih optimal tanpa mengurangi kreativitas mereka.

 

  1. Pajak atas AI dan robot

 

 

Meskipun pajak khusus untuk AI atau robot belum diterapkan di Indonesia, gagasan ini tengah menjadi perbincangan global, seperti yang dikatakan Bill Gates pada infografis diatas “kita harus memajaki robot-robot yang mengambil alih kerja manusia”. Penerapan pajak semacam ini di masa depan bisa menjadi salah satu cara untuk menyeimbangkan dampak otomatisasi terhadap tenaga kerja, sekaligus memastikan perusahaan teknologi besar berkontribusi pada pembangunan sosial dan ekonomi negara.

 

  1. Pajak kepada Perusahaan layanan digital yang tidak memakai energi yang ramah lingkungan

 

 

Infografis menunjukkan bahwa raksasa teknologi seperti Google dan Microsoft mengonsumsi listrik dalam jumlah besar, hampir setara dengan total konsumsi listrik negara-negara seperti Nigeria atau Irlandia. Konsumsi energi yang masif ini, terutama dari pusat data mereka, tentu meninggalkan jejak karbon yang besar. Di sinilah wacana pajak hijau atau pajak karbon untuk sektor digital menjadi relevan. Pajak ini dapat menjadi cara untuk mendorong perusahaan agar beralih ke energi terbarukan, sekaligus menyumbang dana bagi negara untuk membiayai transisi energi dan program lingkungan. Indonesia bisa memulai ini sebagai langkah visioner menuju ekonomi digital yang lebih berkelanjutan.

Dari hal-hal diatas dapat disimpulkan bahwa Indonesia perlu memperjelas aturan, membuka pajak baru yang visioner, dan memastikan keadilan. Dengan begitu, pajak digital bisa menjadi sumber penerimaan sekaligus menjaga daya saing bangsa.

 

 

Nama Penulis : Rahmat Buyasin

MAN Insan Cendekia Tanah Laut

 

Daftar Pustaka

 

Visual Capitalist. (n.d.). Charted: Big Tech Uses More Electricity Than Entire Countries [Infografis]. Visual Capitalist.

Adam, A. (2017, 19 Desember). Pajak Robot: Jawaban Tenaga (Produksi) Manusia Diganti Otomatisasi? [Infografis].

Dhanesworo, S. (2023, 20 Juli). Content Creator: Profesi Impian Anak pada Masa Depan [Infografik]. Katadata.co.id.

ANTARA News. (2021, 16 Desember). Ekonomi digital Indonesia terbesar di Asia Tenggara [Infografik]. ANTARA News.

Antara. (2023, 23 November). Potensi ekonomi digital di Indonesia [Infografis]. ANTARA News.

Admin. (2025, 2 Juni). Literasi Digital Indonesia [Infografis]. Satu Data Komdigi.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. (2025). Survei penetrasi internet dan perilaku penggunaan internet 2025. Jakarta: APJII.